SEJARAH PENGGUNAAN LOGAM DI INDONESIA
Zaman
ketika mulai dipergunakannya peralatan yang terbuat dari logam
dinamakan zaman logam. Zaman ini mengakhiri zaman batu muda tetapi
alat-alat yang terbuat dari batu masih tetap dipergunakan.
Bahkan kalau kita perhatikan alat-alat dari batu masih kita
pergunakan hingga saat ini. Alat yang dimaksud antara lain adalah
kapak yang bentuknya sudah sangat halus dan diberi pegangan.
Zaman
logam mencerminkan adanya kemajuan teknologi. Berbeda dengan batu,
logam tidak tersedia di bumi dalam bentuk yang siap diolah dalam bentuk
perkakas. Logam merupakan barang tambang yang bentuk aslinya berupa
bijih-bijih logam. Bijih-bijih logam tersebut harus dilebur untuk
dijadikan lempengan atau batangan logam. Dari lempengan atau batangan
itu baru dijadikan barang jadi. Dengan demikian, terlihat dengan adanya
perkakas yang terbuat dari logam memberi petunjuk mengenai pengetahuan
dan keterampilan teknologis zaman batu (Soetjipto, 1994/1995: 37).
Penggunaan logam dalam kehidupan budaya bangsa Indonesia telah dimulai sejak masa perundagian, 3500 tahun yang lalu (Djafar, 2009: 22).
Zaman logam pada masa perundagiam berdasarkan model sosial ekonomi.
Pada masa ini di Indonesia tidak ditemukan artefak tembaga, sedangkan
artefak dari besi dan perunggu ditemukan dalam satu konteks. R.P.
Soejono menyebutnya dengan masa perundagian. Kata perundagian diambil
dari kata dasar undagi dari bahasa Bali. Undagi
ialah seseorang atau sekelompok atau golongan masyarakat yang
mempunyai kepandaian atau keterampilan jenis usaha tertentu, misalnya
pembuatan gerabah, perhiasan kayu, sampan dan batu. Masa ini ditandai
dengan temuan-temuan:
1) Berbagai macam artefak logam.
2) Benda dari tanah liat yang telah dibuat dengan menggunakan roda pemutar dalam berbagai bentuk dan ukuran.
3) Bentuk megalitik yang beraneka ragam dan ukuran.
4) Penguburan
baik yang menggunakan wadah maupun tanpa wadah, baik langsung maupun
tidak langsung, ditemukan baik di tepi laut, danau, sungai, di dataran
tinggi maupun rendah dan di dalam gua.
5) Masyarakat yang sudah menetap dan mempunyai keahlian kerja masing-masing.
6) Mata
pencaharian dengan beternak, bertani, bertani dan berdagang,
pembuatan perahu dan pembuatan benda dari tanah liat, batu maupun
logam.
7) Pemujaan
kepada arwah nenek moyang dan alam. Kuntjaraningrat (1969), Soejono
(1977: 23-30), Coedes (1984), Claire Holt (1999: 1-29) dalam Soejono (2010: 289).
Pada
masa perundagian ini, teknologi berkembang lebih pesat sebagai akibat
dari tersusunnya golongan-golongan dakam masyarakat yang telah
dibebani pekerjaan tertentu. Teknologi pembuatan benda-benda jauh
lebih tinggi tingkatnya dibandingkan dengan masa sebelumnya. Hal ini
ditandai dengan penemuan-penemuan baru berupa teknik peleburan,
pencampuran, penempaan dan pencetakan jenis-jenis logam. Sebelumnya
telah dikenal tembaga dan emas yang sangat mudah dilebur karena titik
leburnya sangat tinggi. Akibat kemajuan pengetahuan, ditemukan suatu
campuran, antara timah dan tembaga yang ternyata menghasilkan
benda-benda yang lebih kuat, bahan campuran inilah yang disebut
perunggu.
Di
Asia Tenggara logam mulai dikenal kira-kira 3000-2000 tahun SM. Hal
tersebut dapat diketahui dari penemuan alat-alat perunggu, antara lain,
nekara, bejana, ujung tombak, kapak dan gelang. Benda-benda tersebut
didapatkan dari penggalian di Dong Son (Vietnam). Benda serupa juga
ditemukan di Non Nok Tha (Thailand) dan Filipina.
Di
Indonesia penggunaan logam diketahui pada masa sebelum masehi.
Berdasarkan temuan-temuan arkeologi, Indonesia hanya mengenal
benda-benda dari perunggu dan besi. Beberapa benda perunggu yang
ditemukan di Indonesia menunjukkan persamaan dengan temuan-temuan di
Dong Son (Vietnam), baik bentuk maupun pola hiasnya. Benda tersebut
antara lain, nekara, bejana, ujung tombak, kapak. Selain benda-benda
seperti yang telah disebutkan di atas, juga ada perhiasan yang dibuat
dari logam.
Benda-benda
perunggu yang ditemukan di Indonesia antara lain, nekara, kapak,
bejana, patung, boneka, patung, perhiasan, senjata dan perahu. Unsur
penting dalam artefak logam adalah nekara perunggu. Nekara berbentuk
seperti dandang terbalik. Soekmono (1973: 64) dalam Soejono (2010:
294). Benda lain yang mendapat perhatian adalah kapak corong, cincin,
mata tombak dan kapak-kapak upacara dalam berbagai bentuk.
Nekara perunggu yang ditemukan di Indonesia ada dua tipe yaitu tipe pejeng dan tipe heger. Tempat-tempat ditemukannya nekara pejeng, yaitu:
· Pulau Jawa
§ Nekara berupa bidang pukul ditemukan di Desa Tanurejo, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
§ Dua
nekara dengan posisi kaki saling bertautan dalam posisi berdiri
ditemukan di Desa Kradananrejo, Kecamatan Kedungpiring, Kabupaten
Lamongan, Jawa Timur.
§ Nekara pejeng dan heger I ditemukan di Desa Traji, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
§ Enam
buah nekara yang telah rusak dan tidak lengkap ditemukan di Dukuh
Gowok, Desa Ngabean, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.
· Pulau Bali
§ Nekara bulan pejeng ditemukan di Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar.
§ Sebuah nekara dalam kondisi yang tidak utuh ditemukan di Desa Bebitra, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar.
§ Sebuah nekara ditemukan di Desa Pacung, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng.
§ Sebuah nekara ditemukan di Desa Ularan, Kecamatan Seririt, Kabipaten Buleleng.
§ Sebuah nekara ditemukan di Banjar Panek, Desa Ban, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem.
§ Sebuah nekara ditemukan di Peguyangan, Kecamatan Denpasar, Kota Denpasar.
· Pulau Lombok
· Nusa Tenggara Timur
Tempat
ditemukannya nekara heger, yaitu Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Pulau
Lombok, Pulau Sangaeang, Pulau Sumbawa, Pulau Rote, Pulau Alor, Pulau
Kalimantan, Pulau Selayar, Kepulauan Maluku, setra Irian Jaya/Papua.
Fungsi nekara, antara lain sebagai alat pembayaran denda, pajak, upah
kerja, dan dapat ditukarkan dengan benga lain sebagai mata uang. Nekara
juga berfungsi sebagai mas kawin, wadah dan alat pemujaan terhadap roh
nenek moyang. Fungsi nekara pertama kali adalah sebagai alat pukul
yang mempunyai fungsi magis.
Benda
perunggu lain yang sudah ada sejak zaman prasejarah dan tergolong
penting adalah kapak perunggu. Secara tipologis kapak perunggu dapat
dibagi dalam dua golongan, yaitu kapak corong (kapak sepatu) dan kapak
upacara. Kemudian Heekeren mengklasifikasikan kapak ini menjadi kapk
corong, kapak upacara, dan tembilang atau tajak. Pembagian ini
diperluas lagi oleh Soejono dengan mengadakan penelitian lebih cermat
tentang bentuk-bentuk kapak dan membagi kapak perunggu menjadi delapan
tipe pokok dengan menentukan daerah persebarannya (Soejono, 2010:
365).
· Tipe
I (tipe umum). Bentuknya lebar dengan panjang yang lonjong, garis
puncak (pangka), tangkainya cekung dan bagian tajam cembung.
· Tipe
II (tipe ekor burung seriti). Bentuk tangkai dengan ujung yang membelah
seperti ekor burung seriti, ujung tajam cembung, belahan pada ujung
ada yang dalam dan ada yang dangkal.
· Tipe
III (tipe pahat). Bentuk tangkai menyempit dan lurus ada yang pendek
dan lebar. Bentuk tajam cembung dan lurus, kapak terbesar berukuran 12,2
x 5,8 x 1,7 cm dan terkecil 5,4 x 3,6 x 1,3 cm.
· Tipe
IV (tipe tembilang). Bentuk tangkai pendek, mata kapak gepeng, bagian
bahu lurus kea rah sisinya. Ukuran terbesar 15,7 x 9,6 x 2 cm dan
terkecil 13,4 x 6,5 cm.
· Tipe
IV (tipe tembilang). Bentuk tangkai pendek, mata kapak gepeng, bagian
bahu lurus kea rah sisinya. Ukuran terbesar 15,7 x 9,6 x 2 cm dan
terkecil 13,4 x 6,5 x 1,6 cm.
· Tipe
V (tipe bulan sabit). Mata kapak berbentuk bulan sabit. Bagian tengah
lebar dan menyempit, tangkai lebar dan bagian tajamnya menyempit. Jenis
terbesar berukuran 16,5 x 15,6 x 3,4 cm dan terkecil 7,2 x 5,2 x 4,5
cm.
· Tipe
VI (tipe jantung). Bentuk tangkai panjang dengan pangkal cekung, bagian
bahu melengkung. Ukuran terbesar 39,7 x 16,2 x 1,5 cm dan terkecil 13 x
7,2 x 0,6 cm.
· Tipe
VII (candrasa). Tangkai pendek dan melebar pada pangkalnya, mata kapak
tipis dengan kedua ujungnya lebar. Kapak ini sangat besar dan pipih yang
terbesar 133,7 cm dan terkecil 37 cm.
· Tipe
VIII (tipe kapak roti). Keseluruhannya gepeng berukuran 90 cm. pangkal
tangkai cakram. Cakram ini dihiasi dengan pola roda atau pusaran
(whirl).
Selain
nekara dan kapak, ada benda lain yang terbuat dari perunggu, yaitu
bejana perunggu dan patung perunggu. Bejana perunggu hanya ditemukan di
Sumatra dan Madura. Sedangkan patung perunggu ditemukan di beberapa
tempat dan mempunyai bentuk yang bermacam-macam, seperti bentuk orang
atau hewan. Tempat ditemukannya patung perunggu antara lain di
Limbangan, Bogor. Benda perunggu lain yaitu perhiasan perunggu, ujung
tombak, belati, mata pancing, ikat pinggang, penutup lengan, mata kalung
dan kelintingan (bel).
Selain perunggu, logam
yang ada sejak zaman prasejarah adalah logam. Benda besi yang
ditemukan di Indonesia terbatas jumlahnya. Benda-benda besi yang
ditemukan sebagian besar adalah bekal kubur. Namun ada juga yang
berbentuk senjata maupun bentuk yang belum jelas fungsinya. Benda besi
yang ditemukan berupa benda-benda berikut.
· Mata kapak (petel, bahasa jawa) ditemukan di Gunung Kidul , Yogyakatra sebagai menara batu padas.
· Alat
bermata panjang dan gepeng untuk merapatkan kain tenunan. Ditemukan
dalam kubur peti batu di Gunung Kidul dan Tuban, dalam sebuah kubur
gundukan di Ngrambe, Madiun, Jawa Timur dan di sekitar Punung, Pacitan.
· Mata pisau dalam berbagai ukuran.
· Mata sabit yang berbentuk melingkar.
· Mata tembilang atau tajak.
· Mata alat penyiang rumput.
· Mata pedang, antara lain ditemukan di Kajardua, Gunung Kidul.
· Mata tombak.
· Gelang besi, antara lain ditemukan di Bnyumas dan Punung