Badan Yudikatif Indonesia berfungsi
menyelenggarakan kekuasaan kehakiman dengan tujuan menegakkan hukum dan
keadilan. Kekuasaan kehakiman di Indonesia, menurut konstitusi, berada
di tangan Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya
(peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tatausaha
negara) serta sebuah Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Agung
Fungsi Administratif. Pertama, mengatur badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara) sesuai pasal 11 ayat 1 Undang-undang nomor 35 tahun 1999. Kedua, mengatur tugas dan tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan.
Mahkamah Agung
Mahkamah Agung – sesuai Pasal 24A UUD
1945 – memiliki kewenangan mengadili kasus hukum pada tingkat kasasi,
menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap
undang-undang, dan mempunyai wewenang lain yang diberikan oleh
undang-undang. Sebagai sebuah lembaga yudikatif, Mahkamah Agung memiliki
beberapa fungsi. Fungsi-fungsi tersebut adalah: Potret Indonesia
Fungsi Peradilan. Pertama,
membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan
peninjauan kembali. Kedua, memeriksa dan memutuskan perkara tingkat
pertama dan terakhir semua sengketa tentang kewenangan mengadili,
permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap, sengketa akibat perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal
perang RI. Ketiga, memegang hak uji materiil, yaitu menguji ataupun
menilai peraturan perundangan di bawah undang-undang apakah bertentangan
dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi.
Fungsi Pengawasan. Pertama,
Mahkamah Agung adalah pengawas tertinggi terhadap jalannya peradilan di
semua lingkungan peradilan. Kedua, Mahkamah Agung adalah pengawas
pekerjaan pengadilan dan tingkah laku para hakim dan perbuatan pejabat
pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan
tugas pokok kekuasaan kehakiman, yaitu menerima, memeriksa, mengadili,
dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan. Ketiga, Mahkamah Agung
adalah pengawas Penasehat Hukum (Advokat) dan Notaris sepanjang yang
menyangkut peradilan, sesuai Pasal 36 Undang-undang nomor 14 tahun 1985
tentang Mahkamah Agung).
Fungsi Mengatur. Dalam fungsi
ini, Mahkamah Agung mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi
kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum
diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung.
Fungsi Nasehat. Pertama, Mahkamah
Agung memberikan nasehat ataupun pertimbangan dalam bidang hukum kepada
Lembaga Tinggi Negara lain. Kedua, Mahkamah Agung memberi nasehat
kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian/penolakan Grasi dan Rehabilitasi.
Fungsi Administratif. Pertama, mengatur badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara) sesuai pasal 11 ayat 1 Undang-undang nomor 35 tahun 1999. Kedua, mengatur tugas dan tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan.
Saat ini, Mahkamah Agung memiliki sebuah
sekretariat yang membawahi Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum,
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Tata Usaha Negara, Badan Pengawasan, Badan Penelitian dan
Pelatihan dan Pendidikan, serta Badan Urusan Administrasi. Badan
Peradilan Militer kini berada di bawah pengaturan Direktorat Jenderal
Badan Peradilan Tata Usaha Negara.
Mahkamah Agung memiliki sebelas orang
pimpinan yang masing-masing memegang tugas tertentu. Daftar tugas
pimpinan tersebut tergambar melalui jabatan yang diembannya yaitu: (1)
Ketua; (2) wakil ketua bidang yudisial; (3) wakil ketua bidang non
yudisial; (4) ketua muda urusan lingkungan peradilan militer/TNI; (5)
ketua muda urusan lingkungan peradilan tata usaha negara; (6) ketua muda
pidana mahkamah agung RI; (7) ketua muda pembinaan mahkamah agung RI;
(8) ketua muda perdata niaga mahkamah agung RI; (9) ketua muda pidana
khusus mahkamah agung RI, dan; (10) ketua muda perdata mahkamah agung
RI. Selain para pimpinan, kini Mahkamah Agung memiliki 37 orang Hakim
Agung sementara menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 2004 Mahkamah Agung
diperkenankan untuk memiliki Hakim Agung sebanyak-banyaknya enam puluh
(60) orang.
Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili
pada tingkat pertama dan terakhir (sifatnya final) atas pengujian
undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran
partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Mahkamah Konstitusi juga wajib memberikan putusan atas pendapat DPR
bahwa Presiden/Wapres diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa
penkhianatan terhadap negara, korupsi, tindak penyuapan, tindak pidana
berat atau perbuatan tercela. Atau, seputar Presiden/Wapres tidak lagi
memenuhi syarat untuk melanjutkan jabatannya. Mahkamah Konstitusi hanya
dapat memproses permintaan DPR untuk memecat Presiden dan atau Wakil
Presiden jika terdapat dukungan sekurang-kuranya dua per tiga dari
jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh
sekurang-kurangnya dua per tiga dari jumlah anggota DPR.
Susunan Mahkamah Konstitusi terdiri atas
9 orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan dengan Keputusan
Presiden. Dari 9 orang tersebut, 1 orang menjabat Ketua sekaligus
anggota, dan 1 orang menjabat wakil ketua merangkap anggota. Ketua dan
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi masing-masing menjabat selama 3 tahun.
Selama menjabat sebagai anggota Mahkamah Konstitusi, para hakim tidak
diperkenankan merangkap profesi sebagai pejabat negara, anggota partai
politik, pengusaha, advokat, ataupun pegawai negeri. Hakim Konstitusi
diajukan 3 oleh Mahkamah Agung, 3 oleh DPR, dan 3 oleh Presiden. Seorang
hakim konstitusi menjabat selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali
hanya untuk 1 kali masa jabatan lagi.
Hingga kini, beberapa perkara telah
diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi. Perkara-perkara tersebut misalnya
Pengujian Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tetang Informasi dan
Transaksi Elektronik dengan Pemohon Edy Cahyono, et.al. Perkara lainnya
misalnya Pengujian Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat Atas Undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Atau, yang bersangkutan dengan hasil pemilu seperti Permohonan
Keberatan terhadap Penetapan Perhitungan Suara Hasil Pemilukada
Kabupaten Belu Putaran II tahun 2008.
Komisi Yudisial
Komisi Yudisial tidak memiliki kekuasaan
yudikatif. Kendati Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 menempatkan pembahasan mengenai Komisi Yudisial pada Bab IX tentang
Kekuasaan Kehakiman, tetapi komisi ini tidak memiliki kekuasaan
kehakiman, dalam arti menegakkan hukum dan keadilan serta memutus
perkara. Komisi Yudisial, sesuai pasal 24B UUD 1945, bersifat mandiri
dan berwenang mengusulkan personalia hakim berupa pengajuan calon hakim
agung kepada DPR sehubungan dengan pengangkatan hakim agung. Komisi ini
juga mempunyai wewenang dalam menjaga serta menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Dengan demikian, Komisi
Yudisial lebih tepat dikategorikan sebagai Independent Body yang
tugasnya mandiri dan hanya berkait dengan kekuasaan Yudikatif dalam
penentuan personalia bukan fungsi yudikasi langsung. Peraturan mengenai
Komisi Yudisial terdapat di dalam Undang-undang nomor 22 tahun 2004
tentang Komisi Yudisial.
Komisi Yudisial memiliki wewenang
mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR dan menegakkan
kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. Dalam
melakukan tugasnya, Komisi Yudisial bekerja dengan cara: (1) melakukan
pendaftaran calon Hakim Agung; (2) melakukan seleksi terhadap calon
Hakim Agung; (3) menetapkan calon Hakim Agung, dan; (4) mengajukan calon
Hakim Agung ke DPR. Pada pihak lain, Mahkamah Agung, Pemerintah, dan
masyarakat juga mengajukan calon Hakim Agung, tetapi harus melalui
Komisi Yudisial.
Dalam melakukan pengawasan terhadap
Hakim Agung, Komisi Yudisial dapat menerima laporan masyarakat tentang
perilaku hakim, meminta laporan berkala kepada badan peradilan berkaitan
dengan perilaku hakim, melakukan pemeriksaan terhadap dugaan
pelanggaran perilaku hakim, memanggil dan meminta keterangan dari hakim
yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim, dan membuat laporan
hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada
Mahkamah Agung dan atau Mahkamah Konstitusi serta tindasannya
disampaikan kepada Presiden dan DPR.
Anggota Komisi Yudisial diangkat oleh
Presiden dengan persetujuan DPR. Sebelum mengangkat, Presiden membentuk
Panitia Seleksi Pemilihan Anggota Komisi Yudisial yang terdiri atas
unsur pemerintah, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota
masyarakat. Seorang anggota Komisi Yudisial yang terpilih, bertugas
selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 periode. Selama
melaksanakan tugasnya, anggota Komisi Yudisial tidak boleh merangkap
pekerjaan sebagai pejabat negara lain, hakim, advokat, notaris/PPAT,
pengusaha/pengurus/karyawan BUMN atau BUMS, pegawai negeri, ataupun
pengurus partai politik.
---------------------
Referensi
- Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Lihat pasal-pasal 8, 11, dan 13.
- Ibid. Pasal 16 ini mengatur tentang kewenangan Polri dalam proses pidana.
- Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pasal 24 ayat (1) dan (2).
- www.mahkamahagung.go.id. Penjabaran fungsi menggunakan sumber ini.
- www.mahkamahagung.go.id. Lihat juga Undang-undang Nomor 5 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, khususnya Pasal 5.
- Wewenang Mahkamah Konstitusi diatur dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, bilkhusus Pasal 24C.
- Mekanisme permintaan pemecatan kepala eksekutif ini diatur dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, bilkhusus Pasal 7B.
- Undang-undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pasal 4.
- Undang-undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pasal 18.
- www.mahkamahkonstitusi.go.id/registrasi_perkara.php
- Undang-undang No.22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial