- Bratasena
- Balawa
- Birawa
- Dandungwacana
- Nagata
- Kusumayuda
- Kowara
- Bima
- Pandusiwi
- Bayusuta
- Sena
- Wijasena
- Jagal Abilawa
Raden
Werkudara utawa Bima iku putra kapingkalih saking Dewi Kunti lan
Prabu Pandudewanata. Tetapi ia saktenane adalah putra Batara Bayu dan
Dewi Kunti tekne Prabu Pandu mboten saget nyaosi keturunan. Iku
kutukan saking resi kindama. Namun akibat Aji Adityaredhaya sing di
duweni Dewi Kunti, pasangan tersebut angsal entok keturunan.
Pada saat lahirnya, Werkudara kawujud bungkus. Awak’e diselubungi oleh selaput tipis yang sing ra iso di suwek oleh senjata opo wea. Hal ini membuat pasangan Dewi Kunthi dan Pandu sangat sedih. Atas anjuran dari Begawan Abiyasa, Pandu kemudian membuang bayi bungkus tersebut di hutan Mandalasara. Selama delapan tahun bungkus tersebut tidak pecah-pecah dan mulai berguling kesana kemari sehingga hutan yang tadinya rimbun menjadi rata dengan tanah. Hal ini membuat penghuni hutan kalang kabut. Selain itu para jin penghuni hutan pun mulai terganggu, sehingga Batari Durga, ratu dari semua makhluk halus, melapor pada Batara Guru,
Pada saat lahirnya, Werkudara kawujud bungkus. Awak’e diselubungi oleh selaput tipis yang sing ra iso di suwek oleh senjata opo wea. Hal ini membuat pasangan Dewi Kunthi dan Pandu sangat sedih. Atas anjuran dari Begawan Abiyasa, Pandu kemudian membuang bayi bungkus tersebut di hutan Mandalasara. Selama delapan tahun bungkus tersebut tidak pecah-pecah dan mulai berguling kesana kemari sehingga hutan yang tadinya rimbun menjadi rata dengan tanah. Hal ini membuat penghuni hutan kalang kabut. Selain itu para jin penghuni hutan pun mulai terganggu, sehingga Batari Durga, ratu dari semua makhluk halus, melapor pada Batara Guru,
raja
dari semua dewa. Lalu, raja para dewa itu memerintahkan Batara Bayu,
Batari Durga, dan Gajah Sena, anak dari Erawata, gajah tunggangan
Batara Indra, serta diiringi oleh Batara Narada untuk turun dan
memecahkan bungkus bayi tersebut.
Sebelum
dipecahkan, Batari Durga masuk kedalam bungkus dan memberi sang bayi
pakaian yang berupa, Kain Poleng Bang Bintulu (dalam kehidupan nyata,
banyak ditemui di pulau Bali sebagai busana patung-patung yang
danggap sakral (kain poleng= kain kotak-kotak berwarna hitam dan
putih), Gelang Candrakirana, Kalung Nagabanda, Pupuk Jarot Asem dan
Sumping (semacam hiasan kepala) Surengpati. Setelah berbusana
lengkap, Batari Durga keluar dari tubuh Bima, kemudian giliran tugas
Gajah Sena memecahkan bungkus dari bayi tersebut. Oleh Gajah Sena
kemudian bayi tersebut di tabrak, di tusuk dengan gadingnya dan
diinjak-injak., anehnya bukannya mati tetapi bayi tersebut kemudian
malah melawan, setelah keluar dari bungkusnya. Sekali tendang, Gajah
Sena langsung mati dan lalu menunggal dalam tubuh si bayi. Lalu
bungkus dari Werkudara tersebut di hembuskan oleh Batara Bayu sampai
ke pangkuan Begawan Sapwani, yang kemudian dipuja oleh pertapa
tersebut menjadi bayi gagah perkasa yang serupa Bima. Bayi tersebut
kemudian diberi nama Jayadrata atau Tirtanata. Nama-nama lain bagi
Bima adalah Bratasena (nama yang di gunakan sewaktu masih muda),
Werkudara yang berarti perut srigala, Bima, Gandawastratmaja,
Dwijasena, Arya Sena karena di dalam tubuhnya menunggal tubuh Gajah
Sena, Wijasena, Dandun Wacana, di dalam tubuhnya menunggal raja
Jodipati yang juga adik dari Prabu Yudistira, Jayadilaga, Jayalaga,
Kusumayuda, Kusumadilaga yang artinya selalu menang dalam
pertempuran, Arya Brata karena ia tahan menderita, Wayunendra, Wayu
Ananda, Bayuputra, Bayutanaya, Bayusuta, Bayusiwi karena ia adalah
putra batara Bayu, Bilawa, nama samaran saat menjadi jagal di
Wiratha, Bondan Peksajandu yang artinya kebal akan segala racun, dan
Bungkus yang merupakan panggilan kesayangan Prabu Kresna.
Karena
Bima adalah putra Batara Bayu, maka ia memiliki kesaktian untuk
menguasai angin. Werkudara memiliki saudara Tunggal Bayu yaitu,
Anoman, Gunung Maenaka, Garuda Mahambira, Ular Naga Kuwara,Liman/
Gajah Setubanda, Kapiwara, Yaksendra Yayahwreka, dan Pulasiya yang
menunggal dalam tubuh Anoman sesaat sebelum perang Alengka terjadi
(zaman Ramayana).
Werkudara
yang bertubuh besar ini memiliki perwatakan berani, tegas,
berpendirian kuat, teguh iman. Selama hidupnya Werkudara tidak pernah
berbicara halus kepada siapapun termasuk kepada orang tua, dewa, dan
gurunya, kecuali kepada Dewa Ruci, dewanya yang sejati, ia berbicara
halus dan mau menyembah.
Selama
hidupnya Werkudara berguru pada Resi Drona untuk olah batin dan
keprajuritan, Begawan Krepa, dan Prabu Baladewa untuk ketangkasan
menggunakan gada. Dalam berguru Werkudara selalu menjadi saingan
utama bagi saudara sepupunya yang juga sulung dari Kurawa yaitu
Duryudana.
Para
Kurawa selalu ingin menyingkirkan Pandawa karena menurut mereka
Pandawa hanya menjadi batu sandungan bagi mereka untuk mengusasai
kerajaan Astina. Kurawa menganggap kekuatan Pandawa terletak pada
Werkudara karena memang ia adalah yang terkuat diantara kelima
Pandawa, sehingga suatu hari atas akal licik Patih Sengkuni yang
mendalangi para Kurawa merencanakan untuk meracun Werkudara. Kala itu
saat Bima sedang bermain, dpanggilnya ia oleh Duryudana dan diajak
minum sampai mabuk dimana minuman itu di beri racun. Setelah
Werkudara jatuh tak sadarkan diri, ia di gotong oleh para kurawa dan
dimasukkan kedalam Sumur Jalatunda dimana terdapat ribuan ular
berbisa di sana. Kala itu, datanglah Sang Hyang Nagaraja, penguasa
Sumur Jalatunda membantu Werkudara, lalu olehnya Werkudara diberi
kesaktian agar kebal akan bisa apapun dan mendapat nama baru dari San
Hyang Nagaraja yaitu Bondan Peksajandu.
Akal
para Kurawa untuk menyingkirkan Pandawa belum habis, mereka lalu
menantang Yudistira untuk melakukan timbang yang menang akan
mendapatkan Astina seutuhnya. Jelas saja Pandawa akan kalah karena
seratus satu orang melawan lima, namun Werkudara memiliki akal, ia
meminta kakaknya menyisakan sedikit tempat buat dirinya. Werkudara
lalu mundur beberapa langkah, lalu meloncat dan menginjak tempat yang
disisakan kakaknya, sesaat itu pulalah, para Kurawa yang duduk paling
ujung menjadi terpental jauh. Para Kurawa yang terpental sampai ke
negri-negri sebrang itu yang kemudian dalam Baratayuda dinamai “Ratu
Sewu Negara.” Diantaranya adalah Prabu Bogadenta dari kerajaan
Turilaya, Prabu Gardapati dari kerajaan Bukasapta, Prabu Gardapura
yang menjadi pendamping Prabu Gardapati sebagai Prabu Anom, Prabu
Widandini dari kerajaan Purantura, dan Kartamarma dari kerajaan
Banyutinalang. Cerita ini dikemas dalam satu lakon yang dinamai
Pandawa Timbang.
Belum
puas dengan usaha-usaha mereka, Kurawa kembali ingin mencelakakan
Pandawa lewat siasat licik Sengkuni. Kali ini Para Pandawa diundang
untuk datang dalam acara penyerahan kekuasaan Amarta dan di beri
suatu pesanggrahan yang terbuat dari kayu yang bernama Bale
Sigala-gala. Acara penyerahan tersebut diulur-ulur hingga larut malam
dan para Pandawa kembali di buat mabuk. Setelah para Pandawa
tertidur, hanya Bima yang masih terbangun karena Bima menolak untuk
ikut minum- minuman keras. Pada tengah malam, Para Kurawa yang
mengira Pandawa telah tidur mulai membakar pesanggrahan. Sebelumnya
Arjuna memperbolehkan enam orang pengemis untuk tidur dan makan di
dalam pesanggrahan karena merasa kasihan. Saat kebakaran terjadi Bima
langsung menggendong ibu, kakak, dan adik-adiknya kedalam terowongan
yang telah dibuat oleh Yamawidura, yang mengetahui akal licik Kurawa.
Mereka lalu dibimbing oleh garangan putih yang merupakan jelmaan dari
Sang Hyang Antaboga. Sampai di kayangan Sapta Pratala. Di sini
Werkudara kemudian berkenalan dan menikah dengan putri Sang Hyang
Antaboga yang beranama Dewi Nagagini. Dari perkawinan itu mereka
memiliki sorang putra yang kelak menjadi sangat sakti dan ahli perang
dalam tanah yang dinamai Antareja. Setelah para Pandawa meninggalkan
kayangan Sapta Pratala, mereka memasuki hutan. Di tengah Hutan para
Pandawa bertemu dengan Prabu Arimba yang merupakan putra dari Prabu
Tremboko yang pernah dibunuh Prabu Pandu atas hasutan Sengkuni.
Mengetahui asal usul para Pandawa, Prabu Arimba kemudian ingin
membunuh mereka, tetapi dapat dihalau dan akhirnya tewas di tangan
Werkudara. Namun Adik dari Prabu Arimba bukannya benci tetapi malah
menaruh hati pada Werkudara. Sebelum mati Prabu Arimba menitipkan
adiknya Dewi Arimbi kepada Werkudara. Karena Arimbi adalah seorang
rakseksi, maka Werkudara menolak cintanya. Lalu Dewi Kunti yang
melihat ketulusan cinta dari Dewi Arimbi bersabda, “ Duh ayune,
bocah iki…” (Duh cantiknya, anak ini..!) Tiba-tiba, Dewi Arimbi
yang buruk rupa itu menjadi cantik dan lalu diperistri oleh
Werkudara. Pasangan ini akhirnya memiliki seorang putra yang ahli
perang di udara yang dinamai Gatotkaca. Gatotkaca lalu juga diangkat
sebagai raja di Pringgandani sebagai pengganti pamannya, Prabu
Arimba.
Pada
saat berada di hutan setelah kejadian Bale Sigala-gala, ibunya
meminta Werkudara dan Arjuna untuk mencari dua bungkus nasi untuk
Nakula dan Sadewa yang kelaparan. Werkudara datang kesebuah negri
bernama Kerajaan Manahilan dan di sana ia menjumpai Resi Hijrapa dan
istrinya yang menangis. Saat ditanyai penyebabnya, mereka menjawab
bahwa putra mereka satu satunya mendapat giliran untuk dimakan oleh
raja di negri tersebut. Raja dari negri tersebut yang bernama Prabu
Baka atau Prabu Dawaka memang gemar memangsa manusia. Tanpa pikir
panjang, Werkudara langsung menawarkan diri sebagai ganti putra
pertapa tersebut. Saat dimakan oleh Prabu Baka, bukannya badan dari
Werkudara yang sobek tetapi gigi dari Prabu Baka yang putus. Hal ini
menyebabkan murkanya Prabu Baka. Tetapi dalam perkelahian melawan
Werkudara, Prabu Baka tewas dan seluruh rakyat bersuka ria karena
raja mereka yang gemar memangsa manusia telah meninggal. Oleh rakyat
negri tersebut Werkudara akan dijadikan raja, namun Werkudara
menolak. Saat ditanyai apa imbalan yang ingin diperoleh, Werkudara
menjawab ia hanya ingin dua bungkus nasi. Lalu setelah mendapat nasi
tersebut Werkudara kembali ke hutan dan kelak keluarga pertapa itu
bersedia menjadi tumbal demi kejayaan Pandawa di Baratayuda
Jayabinangun. Sementara Arjuna juga berhasil mendapatkan dua bungkus
nasi dari belas kasihan orang. Dewi Kunti pun berkata “Arjuna,
makanlah sendiri nasi tersebut!” Dewi Kunti selalu mengajarkan
bahwa dalam hidup ini kita tidak boleh menerima sesuatu dari hasil
iba seseorang.
Selain
Gatotkaca dan Antareja, Werkudara juga mamiliki putra yang ahli
perang dalam air yaitu Antasena, Putra Bima dengan Dewi Urangayu,
putri dari Hyang Mintuna, dewa penguasa air tawar. Para tetua Astina
merasa sedih karena mereka mengira Pandawa telah meninggal karena
mereka menemukan enam mayat di pesanggrahan yang habis terbakar itu.
Kurawa yang sedang bahagia kemudian sadar bahwa Pandawa masih hidup
saat mereka mengikuti sayembara memperebutkan Dewi Drupadi. Para
Pandawa yang diwakilkan Werkudara dapat memenangkan sayembara denagn
membunuh Gandamana. Disaat yang sama hadir pula Sengkuni dan
Jayajatra yang ikut sayembara mewakili Resi Drona tetapi kalah. Dari
Gandamana, Werkudara memperoleh aji-aji Wungkal Bener, dan Aji-aji
Bandung Bandawasa. Setelah memenangkan sayembara tersebut, Werkudara
mempersembahkan Dewi Drupadi kepada kakaknya, Puntadewa.
Setelah
mengetahui bahwa Pandawa masih hidup, para tetua Astina seperti Resi
Bisma, Resi Drona, dan Yamawidura mendesak Prabu Destarastra untuk
memberikan Pamdawa hutan Wanamarta, denagn tujuan agar Kurawa dan
Pandawa tidak bersatu dan menghindarkan perang saudara. Akhirnya
Destarastra menyetujuinya. Para Pandawa lalu dihadiahi hutan
Wanamarta yang terkenal angker. Dan dengan usaha yang keras akhirnya
mereka dapat mendirikan sebuah kerajaan yang dinamai Amarta.
Werkudara pun berhasil mengalahkan adik dari raja jin, Prabu
Yudistira, yang bersemayam di Jodipati yang bernama Dandun Wacana.
Dadun Wacana kemudian menyatu dalam tubuh Werkudara. Lalu, Werkudara
mendapat warisan Gada Lukitasari selain itu, Werkudara juga mendapat
nama Dandun Wacana. Sebagai raja di Jodipati, Werkudara bergelar
Prabu Jayapusaka dengan Gagak Bongkol sebagai patihnya. Werkudara
juga pernah menjadi raja di Gilingwesi dengan gelar Prabu Tugu
Wasesa.
Pada
saat Pandawa kalah dalam permainan judi dengan kurawa, para pandawa
harus hidup sebagai buangan selama 12 tahun di hutan dan 1 tahun
menyamar. Dalam penyamaran tersebut, Werkudara menyamar sebagai jagal
atau juru masak istana di negri Wiratha dengan nama Jagal Abilawa. Di
sana ia berjasa membunuh Kencakarupa, Rupakenca dan Rajamala yang
bertujuan memberontak. Sesungguhnya ia membunuh Kencakarupa dan
Rupakenca dengan alasan keduannya ingin memperkosa Salindri yang
tidak lain adalah istri kakaknya, Puntadewa, Dewi Drupadi yang sedang
menyamar.
Pernah
Bima diminta oleh gurunya, Resi Drona, untuk mencari Tirta
Prawitasari atau air kehidupan di dasar samudra. Sebenarnya Tirta
Prawitasari itu tidak ada di dasar samudra tetapi ada di dasar hati
tiap manusia dan perintah gurunya itu hanyalah jebakan yang di
rencanakan oleh Sengkuni dengan menggunakan Resi Drona. Namun Bima
menjalaninya dengan sungguh-sungguh. Ia mencari tirta Prawitasari itu
sampai ke dasar samudra di Laut Selatan. Dalam perjalanannya ia
bertemu dengan dua raksasa besar yang menghadang. Kedua raksasa itu
bernama Rukmuka dan Rukmakala yang merupakan jelmaan dari Batara
Indra dan Batara Bayu yang di sumpah oleh Batara Guru menjadi
raksasa. Setelah berhasil membunuh kedua rakasasa tersebut dan
setelah raksasa tersebut berubah kembali ke ujud aslinya dan kembali
ke kayangan, Werkudara melanjutkan peprjalanannya. Sesampainya di
samudra luas ia kembali diserang oleh seekor naga bernama Naga
Nemburnawa. Dengan kuku pancanakanya, disobeknya perut ular naga
tersebut. Setelah itu Werkudara hanya terdiam di atas samudra. Di
sini lah ia bertemu dengan dewanya yang sejati, Dewa Ruci. Oleh Dewa
Ruci, Werkudara kemudian diminta masuk kedalam lubang telinga dewa
kerdil itu. Lalu Werkudara masuk dan mendapat wejangan tentang makna
kehidupan. Ia juga melihat suatu daerah yang damai, aman, dan
tenteram. Setelah itu Werkudara menjadi seorang pendeta bergelar
Begawan Bima Suci dan mengajarkan apa yang telah ia peroleh dari Dewa
Ruci.
Werkudara
juga pernah berjasa dalam menumpas aksi kudeta yang akan dilakukan
oleh Prabu Anom Kangsa di negri Mandura. Kangsa adalah putra dari
Dewi Maerah, permaisuri Prabu Basudewa, dan Prabu Gorawangsa dari
Guwabarong yang sedang menyamar sebagai Basudewa. Saat itu Kangsa
hendak menyingkirkan putra-putra Basudewa yaitu Narayana (kelak
menjadi Kresna), Kakrasana (kelak menjadi Baladewa, raja pengganti
ayahnya) dan Dewi Lara Ireng (kelak menjadi istri Arjuna yang bernama
Wara Sumbadra). Dalam lakon berjudul Kangsa Adu Jago itu, Werkudara
berhasil menyingkirkan Patih Suratimantra dan Kangsa sendiri tewas
oleh putra-putra Basudewa, Kakrasana dan Narayana. Sejak saat itulah
hubungan kekerabatan antara Pandawa dan Kresna serta Baladewa menjadi
lebih erat.
Dalam
lakon Bima Kacep, Werkudara menjadi seorang pertapa untuk mendapat
ilham kemenangan dalam Baratayuda. Ketika sedang bertapa datanglah
Dewi Uma yang tertarik dengan kegagahan sang Werkudara. Mereka lalu
berolah asmara. Namun, malang, Batara Guru, suami Dewi Uma, memergoki
mereka. Oleh Batara Guru, alat kelamin Werkudara dipotong dengan
menggunakan As Jaludara yang kemudian menjadi pusaka pengusir Hama
bernama Angking Gobel. Dari hubungannya dengan Dewi Uma, Bima
memiliki seorang putri lagi bernama Bimandari. Lakon ini sangat
jarang dipentaskan. Dan beberapa dalang bahkan tidak mengetahui
cerita ini.
Selain
Ajian yang diwariskan oleh Gandamana, Werkudara juga memiliki Aji
Blabak pangantol-antol dan Aji Ketuklindu. Dalam hal senjata,
Werkudara memiliki senjata andalan yaitu Gada Rujak Polo. Selain itu
Werkudara juga memiliki pusaka Bargawa yang berbantuk kapak serta
Bargawastra yang berbentuk anak panah. Anak panah tersebut tak dapat
habis karena setiap kali digunakan, anak panah tersebut akan kembali
ke pemiliknya. Ia pernah pula bertemu dengan Anoman, saudara tunggal
Bayunya. Disana mereka bertukar ilmu, dimana Werkudara mendapat Ilmu
Pembagian Jaman dari Anoman dan Anoman mendapat Ilmu Sasra Jendra
Hayuningrat. Sebelumnya, arwah Kumbakarna yang masih penasaran dan
ingin mencapai kesempurnaan juga menyatu di paha kiri Raden Werkudara
dalam cerita Wahyu Makutarama yang menjadikan ksatria panegak Pandawa
tersebut bertambah kuat. Dalam perang besar Baratayuda Jayabinangun
Werkudara berhasil membunuh banyak satria Kurawa, diantaranya, Raden
Dursasana, anak kedua kurawa yang dihabisinya dengan kejam pada hari
ke 16 Baratayuda untuk melunasi sumpah Drupadi yang hanya akan
menyanggul dan mengeramas rambutnya setelah dikeramas dengan darah
Dursasana setelah putri Pancala tersebut dilecehkan saat Pandawa
kalah bermain dadu. Bima juga membunuh adik- adik Prabu Duryudana
yang lain seperti, Gardapati di hari ke tiga Baratyuda, Kartamarma,
setelah Baratayuda, dan Banyak lagi. Werkudara pun membunuh Patih
Sengkuni di hari ke 17 dengan cara menyobek kulitnya dari anus sampai
ke mulut untuk melunasi sumpah ibunya yang tidak akan berkemben jika
tidak memakai kulit Sengkuni saat Putri Mandura tersebut dilecehkan
Sengkuni pada pembagian minyak tala. Hal tersebut juga sesuai dengan
kutukan Gandamana yang pernah dijebak Sengkuni demi merebut posisi
mahapatih Astina bahwa Sengkuni akan mati dengan tubuh yang dikuliti.
Pada
hari terakhir Baratayuda, semua perwira Astina telah gugur, tinggal
saingan terbesar Werkudaralah yang tersisa yaitu raja Astina sendiri,
Prabu Duryudana. Pertarungan ini diwasiti oleh Prabu Baladewa sendiri
yang merupakan guru dari kedua murid dengan aturan hanya boleh
memukul bagian tubuh pinggang keatas. Dalam pertarungan itu Duryudana
tubuhnya telah kebal dan hanya paha kirinya yang tidak terkena minyak
tala, karena ia tidak mau membuka kain penutup kemaluannya yang masih
menutupi paha kirinya saat Dewi Gendari mengoleskan minyak tersebut
ke tubuh Duryudana. Banyak pihak yang menyalah artikan paha ini
dengan mengatakan betis kiri. Sebenarnya yang betul adalah paha
karena dalam bahasa Jawa wentis adalah paha bukan betis. Duryudana
yang mencoba memukul paha kiri Werkudara gagal karena di paha kiri
Werkudara bersemayam arwah Kumbakarna yang mengakibatkan paha kiri
Bima menjadi sangat kuat, ditempat lain Werkudara mulai kewalahan
karena Duryudana kebal akan segala pukulan Gada Rujak Polonya.
Untunglah
Arjuna dari kejauhan memberi isyarat dengan menepuk paha kiri nya.
Werkudara yang waspada dengan isyarat adiknya itu langsung
menghantamkan gadanya di paha kiri Duryudana, dalam dua kali pukul
Duryudana sekarat, oleh Werkudara, Duryudana lalu dihabisi dengan
menghancurkan wajahnya sehingga tak berbentuk. Baladewa yang melihat
hal itu menganggap Werkudara berbuat curang dan hendak menghukumnya,
namun atas penjelasan dari Prabu Kresna akan kecurangan yang
dilakukan terlebih dulu oleh Duryudana dan kutukan dari Begawan
Maetreya akhirnya Prabu Baladewa mau memaafkannya. Saat Begawan
Maetreya datang menghadap Duryudana dan memberi nasehat tentang
pemberian setengah kerajaan kepada Pandawa, Duryudana hanya duduk dan
berkata, seorang pendeta seharusnya hanya berpendapat jika sang raja
memintanya, sambil menepuk-nepuk paha kirinya. Bagi Begawan Maetreya
hal ini dianggap sebagai penghinaan, ia lalu menyumpahi Prabu
Duryudana kelak mati dengan paha sebelah kiri yang hancur.
Setelah
Baratayuda usai, Para Pandawa datang menghadap Prabu Destarastra dan
para tetua Astina lainnya. Ternyata Destarastra masih menyimpan
dendam pada Werkudara yang mendengar bahwa banyak putranya yang tewas
di tangan Werkudara terutama Dursasana yang di bunuhnya dengan kejam.
Saat para Pandawa datang untuk memberi sembah sungkem pada
Destarastra, diam-diam Destarastra membaca mantra Aji Lebursaketi
untuk menghancurkan Werkudara, namun, Prabu Kresna yang tahu akan hal
itu mendorong Werkudara kesamping sehingga yang terkena aji-aji
tersebut adalah arca batu. Seketika itu pulalah arca tersebut hancur
menjadi abu. Destarastra kemudian mengakui kesalahannya dan iapun
mundur dari pergaulan masyarakat dan hidup sebagai pertapa di hutan
bersama istrinya dan Dewi Kunti. Beberapa pakem wayang mengatakan
bahwa Prabu Destarastra telah tewas sebelum pecah perang Baratayuda
saat Kresna menjadi Duta Pandawa ke Astina. Saat itu ia tewas
terinjak-injak putra-putranya yang berlarian karena takut akan
kemarahan Prabu Kresna yang telah menjadi Brahala.