Tuesday 19 February 2013

zaman logam

SEJARAH PENGGUNAAN LOGAM DI INDONESIA
Zaman ketika mulai dipergunakannya peralatan yang terbuat dari lo­gam di­na­makan zaman logam. Zaman ini mengakhiri zaman batu muda tetapi alat-alat yang terbuat dari batu masih tetap dipergunakan. Bahkan kalau kita per­hati­kan alat-alat dari batu masih kita pergunakan hingga saat ini. Alat yang di­mak­sud antara lain ada­lah kapak yang bentuknya sudah sangat halus dan di­beri pegangan.
Zaman logam mencerminkan adanya kemajuan teknologi. Berbeda dengan batu, logam tidak tersedia di bumi dalam bentuk yang siap diolah dalam bentuk per­kakas. Logam merupakan barang tambang yang bentuk aslinya be­rupa bijih-bijih lo­gam. Bijih-bijih logam tersebut harus dilebur untuk dijadikan lempengan atau batangan logam. Dari lempengan atau batangan itu baru dijadi­kan barang jadi. Dengan demikian, terlihat dengan adanya perkakas yang ter­buat dari logam memberi petunjuk mengenai pengetahuan dan keterampilan teknologis zaman batu (Soetjipto, 1994/1995: 37).
Penggunaan logam dalam kehidupan budaya bangsa Indonesia telah dimulai sejak masa perundagian, 3500 tahun yang lalu (Djafar, 2009: 22). Zaman logam pada masa perundagiam berdasarkan model sosial ekonomi. Pada masa ini di Indo­ne­sia tidak ditemukan artefak tembaga, sedangkan arte­fak dari besi dan pe­runggu ditemu­kan dalam satu konteks. R.P. Soejono menye­but­nya dengan masa perun­dagian. Kata perundagian diambil dari kata dasar undagi dari bahasa Bali. Un­dagi ialah seseorang atau seke­lompok atau golongan ma­syarakat yang mem­punyai kepandaian atau kete­rampilan jenis usaha tertentu, misalnya pem­buatan gerabah, perhia­san kayu, sampan dan batu. Masa ini di­tandai dengan temuan-temuan:
1)        Berbagai macam artefak logam.
2)        Benda dari tanah liat yang telah dibuat dengan menggunakan roda pe­mu­tar dalam berbagai bentuk dan ukuran.
3)        Bentuk megalitik yang beraneka ragam dan ukuran.
4)        Penguburan baik yang menggunakan wadah maupun tanpa wadah, baik lang­sung maupun tidak langsung, ditemukan baik di tepi laut, da­nau, sungai, di dataran tinggi maupun rendah dan di dalam gua.
5)        Masyarakat yang sudah menetap dan mempunyai keahlian kerja mas­ing-masing.
6)        Mata pencaharian dengan beternak, bertani, bertani dan berdagang, pem­bu­a­tan perahu dan pembuatan benda dari tanah liat, batu maupun logam.
7)        Pemujaan kepada arwah nenek moyang dan alam. Kuntjaraningrat (1969), Soe­jono (1977: 23-30), Coedes (1984), Claire Holt (1999: 1-29) dalam Soejono (2010: 289).
Pada masa perundagian ini, teknologi berkembang lebih pesat se­ba­gai akibat dari tersusunnya golongan-golongan dakam masyarakat yang telah dibe­bani peker­jaan tertentu. Teknologi pembuatan benda-benda jauh lebih tinggi tingkatnya diban­dingkan dengan masa sebelum­nya. Hal ini ditandai dengan pe­nemuan-penemuan baru berupa teknik peleburan, pencampuran, pe­nempaan dan pencetakan jenis-jenis logam. Sebelumnya telah dikenal tembaga dan emas yang sangat mudah dilebur karena titik leburnya sangat tinggi. Akibat kemajuan pengetahuan, dite­mukan suatu campuran, antara ti­mah dan tembaga yang ter­nyata meng­hasilkan benda-benda yang lebih kuat, bahan campuran in­ilah yang di­­sebu­t perunggu.
Di Asia Tenggara logam mulai dikenal kira-kira 3000-2000 tahun SM. Hal tersebut dapat diketahui dari penemuan alat-alat perunggu, an­tara lain, ne­kara, bejana, ujung tombak, kapak dan gelang. Benda-benda tersebut di­da­patkan dari penggalian di Dong Son (Vietnam). Benda se­rupa juga dite­mukan di Non Nok Tha (Thailand) dan Filipina.
Di Indonesia penggunaan logam diketahui pada masa sebelum ma­sehi. Berda­sarkan temuan-temuan arkeologi, Indonesia hanya mengenal benda-benda dari pe­runggu dan besi. Beberapa benda perunggu yang di­temukan di Indonesia menunjuk­kan persamaan dengan temuan-temuan di Dong Son (Vietnam), baik bentuk maupun pola hiasnya. Benda tersebut antara lain, ne­kara, bejana, ujung tombak, kapak. Selain benda-benda se­perti yang telah disebutkan di atas, juga ada perhiasan yang dibuat dari logam.
Benda-benda perunggu yang ditemukan di Indonesia antara lain, ne­kara, ka­pak, bejana, patung, boneka, patung, perhiasan, senjata dan pe­rahu. Un­sur penting dalam artefak logam adalah nekara perunggu. Ne­kara ber­bentuk se­perti dandang ter­balik. Soekmono (1973: 64) dalam Soejono (2010: 294). Benda lain yang mendapat perhatian adalah kapak corong, cin­cin, mata tombak dan kapak-kapak upacara dalam ber­bagai bentuk.
Nekara perunggu yang ditemukan di Indonesia ada dua tipe yaitu tipe pejeng dan tipe heger. Tempat-tempat ditemukannya nekara pejeng, yaitu:
·      Pulau Jawa
§   Nekara berupa bidang pukul ditemukan di Desa Tanurejo, Kecamatan Pa­ra­kan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
§   Dua nekara dengan posisi kaki saling bertautan dalam posisi berdiri dite­mu­kan di Desa Kradananrejo, Kecamatan Kedungpiring, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
§   Nekara pejeng dan heger I ditemukan di Desa Traji, Kecamatan Ngadi­rejo, Ka­bupaten Temanggung, Jawa Tengah.
§   Enam buah nekara yang telah rusak dan tidak lengkap ditemukan di Du­kuh Go­wok, Desa Ngabean, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.
·      Pulau Bali
§   Nekara bulan pejeng ditemukan di Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksir­ing, Ka­bupaten Gianyar.
§   Sebuah nekara dalam kondisi yang tidak utuh ditemukan di Desa Bebi­tra, Keca­matan Gianyar, Kabupaten Gianyar.
§   Sebuah nekara ditemukan di Desa Pacung, Kecamatan Tejakula, Kabupa­ten Bu­leleng.
§   Sebuah nekara ditemukan di Desa Ularan, Kecamatan Seririt, Kabipaten Bule­leng.
§   Sebuah nekara ditemukan di Banjar Panek, Desa Ban, Kecamatan Kubu, Kabu­pa­ten Karangasem.
§   Sebuah nekara ditemukan di Peguyangan, Kecamatan Denpasar, Kota Denpa­sar.
·      Pulau Lombok
·      Nusa Tenggara Timur
Tempat ditemukannya nekara heger, yaitu Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Pulau Lombok, Pulau Sangaeang, Pulau Sumbawa, Pulau Rote, Pulau Alor, Pulau Kali­mantan, Pulau Selayar, Kepulauan Maluku, setra Irian Jaya/Papua. Fungsi nekara, antara lain sebagai alat pembayaran denda, pajak, upah kerja, dan dapat ditukarkan dengan benga lain sebagai mata uang. Nekara juga ber­fungsi sebagai mas kawin, wa­dah dan alat pemujaan terhadap roh nenek moyang. Fungsi nekara pertama kali ada­lah sebagai alat pukul yang mempunyai fungsi magis.
Benda perunggu lain yang sudah ada sejak zaman prasejarah dan ter­golong penting adalah kapak perunggu. Secara tipologis kapak perunggu dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu kapak corong (kapak sepatu) dan kapak upa­cara. Kemudian Hee­keren mengklasifikasikan kapak ini menjadi kapk corong, kapak upacara, dan tembi­lang atau tajak. Pembagian ini diperluas lagi oleh Soejono dengan mengadakan pene­litian lebih cermat tentang bentuk-bentuk ka­pak dan membagi kapak perunggu men­jadi delapan tipe pokok dengan menen­tukan daerah persebarannya (Soejono, 2010: 365).
·       Tipe I (tipe umum). Bentuknya lebar dengan panjang yang lonjong, garis puncak (pangka), tangkainya cekung dan bagian tajam cembung.
·      Tipe II (tipe ekor burung seriti). Bentuk tangkai dengan ujung yang membelah se­perti ekor burung seriti, ujung tajam cembung, belahan pada ujung ada yang dalam dan ada yang dangkal.
·      Tipe III (tipe pahat). Bentuk tangkai menyempit dan lurus ada yang pendek dan lebar. Bentuk tajam cembung dan lurus, kapak terbesar berukuran 12,2 x 5,8 x 1,7 cm dan terkecil 5,4 x 3,6 x 1,3 cm.
·      Tipe IV (tipe tembilang). Bentuk tangkai pendek, mata kapak gepeng, bagian bahu lurus kea rah sisinya. Ukuran terbesar 15,7 x 9,6 x 2 cm dan terkecil 13,4 x 6,5 cm.
·      Tipe IV (tipe tembilang). Bentuk tangkai pendek, mata kapak gepeng, bagian bahu lurus kea rah sisinya. Ukuran terbesar 15,7 x 9,6 x 2 cm dan terkecil 13,4 x 6,5 x 1,6 cm.
·       Tipe V (tipe bulan sabit). Mata kapak berbentuk bulan sabit. Bagian tengah lebar dan menyempit, tangkai lebar dan bagian tajamnya menyempit. Jenis terbesar be­rukuran 16,5 x 15,6 x 3,4 cm dan terkecil 7,2 x 5,2 x 4,5 cm.
·      Tipe VI (tipe jantung). Bentuk tangkai panjang dengan pangkal cekung, bagian bahu melengkung. Ukuran terbesar 39,7 x 16,2 x 1,5 cm dan terkecil 13 x 7,2 x 0,6 cm.
·      Tipe VII (candrasa). Tangkai pendek dan melebar pada pangkalnya, mata kapak tipis dengan kedua ujungnya lebar. Kapak ini sangat besar dan pipih yang terbesar 133,7 cm dan terkecil 37 cm.
·      Tipe VIII (tipe kapak roti). Keseluruhannya gepeng berukuran 90 cm. pangkal tang­kai cakram. Cakram ini dihiasi dengan pola roda atau pusaran (whirl).
Selain nekara dan kapak, ada benda lain yang terbuat dari perunggu, yaitu be­jana perunggu dan patung perunggu. Bejana perunggu hanya ditemukan di Sumatra dan Madura. Sedangkan patung perunggu ditemukan di beberapa tempat dan mempu­nyai bentuk yang bermacam-macam, seperti bentuk orang atau hewan. Tempat dite­mukannya patung perunggu antara lain di Limbangan, Bogor. Benda perunggu lain yaitu perhiasan perunggu, ujung tombak, belati, mata pancing, ikat pinggang, penutup lengan, mata kalung dan kelintingan (bel).
Selain perunggu, logam yang ada sejak zaman prasejarah adalah lo­gam. Benda besi yang ditemukan di Indonesia terbatas jumlahnya. Benda-benda besi yang dite­mukan sebagian besar adalah bekal kubur. Namun ada juga yang ber­bentuk sen­jata maupun bentuk yang belum jelas fungsinya. Benda besi yang ditemukan berupa benda-benda berikut.
·      Mata kapak (petel, bahasa jawa) ditemukan di Gunung Kidul , Yogyakatra se­bagai menara batu padas.
·      Alat bermata panjang dan gepeng untuk merapatkan kain tenunan. Ditemu­kan da­lam kubur peti batu di Gunung Kidul dan Tuban, dalam sebuah kubur gundukan di Ngrambe, Madiun, Jawa Timur dan di sekitar Punung, Pacitan.
·      Mata pisau dalam berbagai ukuran.
·      Mata sabit yang berbentuk melingkar.
·      Mata tembilang atau tajak.
·      Mata alat penyiang rumput.
·      Mata pedang, antara lain ditemukan di Kajardua, Gunung Kidul.
·      Mata tombak.
·      Gelang besi, antara lain ditemukan di Bnyumas dan Punung